Sunday, October 5, 2008

HOT NEws - Ada Gempa bumi Dahsyat

Gempa bumi dahsyat. Keberagaman dalam pelbagai sendi kehidupan umat manusia itu kini semakin mengemuka ketika Internet semakin berperan penting dalam kehidupan umat manusia. “Internet adalah gempa bumi berkekuatan 10,5 Skala Richter yang mengguncang sendi-sendi kehidupan umat manusia,” tegas “nabi digital” Nicholas Negroponte dari Media Lab, MIT, Amerika Serikat.

Salah satu fenomena terdahsyat dari Internet adalah kehadiran beragam media sosial, yang dapat hadir dalam beragam bentuk. Misalnya milis, forum, blog, wiki, podcast, album foto dan video di Internet. Media sosial berbeda dibanding media industri seperti surat kabar, televisi dan film. Kalau media industri membutuhkan biaya besar dan sumber daya mahal untuk menerbitkan informasi, media sosial menyediakan sarana murah bagi setiap orang untuk menjadi produser informasi.

Fenomena ini membalikkan konsep media massa menjadi menciptakan media untuk massa. Setiap orang kini dengan bersenjatakan sarana penerbitan berbasis web yang murah, mudah dikelola, dengan koneksi yang selalu tersambung dan semakin canggihnya sarana komunikasi bergerak, mendaulat mereka menjadi partisipan yang aktif dalam menciptakan berita atau informasi, sekaligus berperan dalam penyebarannya.

Chris Anderson dalam bukunya The Long Tail : Bagaimana Pilihan Tak Terbatas Menciptakan Permintaan Tak Terbatas (2007), mengungkap ketika semua orang kini berpotensi menjadi produser informasi, maka akan hadir fenomena the long tail, si ekor panjang. Dalam fenomena itu pilihan kita hampir tidak terbatas dan ketika segala sesuatunya menjadi tersedia bagi setiap orang. Keragaman benar-benar menjadi raja.

Simak ilustrasi di bawah ini :

Chris Anderson menunjukkan bahwa selama ini dunia bisnis bertumpu pada produk-produk best seller, alias pembuat hit di bagian kepala (head), bagian paling tebal dalam kurva permintaan tradisional. Ekonomi pembuat hit ini memfokuskan bisnisnya hanya menggarap produk atau talenta yang menurut mereka potensial untuk dijual. Ekonomi pembuat hit merupakan kreasi di mana TIDAK CUKUP RUANG untuk menampung segala hal dan tidak mampu memenuhi kebutuhan setiap orang pula.

Rinciannya : tidak cukup ruang di rak-rak toko buku untuk mampu menampung semua buku yang diterbitkan, dan juga semua CD, DVD atau games yang diproduksi. Tidak cukup layar bioskop untuk menayangkan semua film yang ada. Tidak cukup saluran untuk menyiarkan semua acara televisi yang ada. Tidak cukup pula gelombang radio untuk mengudarakan seluruh ciptaan musik yang ada, dan tidak cukup jam setiap harinya bagi kita untuk menyapu semuanya itu di pelbagai slot-slot yang tersedia. Itulah potret diri dunia kelangkaan, the world of scarcity.

Sementara itu dewasa ini, berkat Internet yang membuka distribusi dan eceran secara online, kita memasuki jaman limpah ruah, the world of abundance. Dan perbedaannya sangatlah dahsyat. Menurut Chris Anderson, dunia bisnis masa depan tidaklah bertumpu pada produk-produk best seller, alias pembuat hit di bagian kepala (head) itu, melainkan pada produk-produk yang sampai belum lama ini dianggap gagal atau sampah, yaitu produk-produk di bagian ekor panjang (the long tail) yang tak ada habisnya, pada kurva yang sama.

Sekadar contoh dalam bahasa industri musik, bagian kepala adalah ranahnya major label dan bagian buntut merupakan lahan kiprahnya kaum indie, kaum yang berkarya sesuai kata hati mereka. Dalam dunia apparel, bagian kepala adalah porsi untuk supermarket atau toko fashion besar, sementara pada bagian buntut adalah lahan kiprah bisnisnya beragam distro. Dan tidak sedikit dari mereka yang berkiprah di ranah buntut panjang ini menuai sukses besar pula.

Chris Anderson memiliki tamsil menarik untuk menggambarkan perubahan dahsyat ini. Dalam ekonomi pembuat hit atau produk-produk top, baik buku, lagu sampai film, ibarat pulau-pulau yang menyembul di atas permukaan air. Tetapi ketika air itu surut dan mengering, di bawah puncak-puncak itu akan kita temukan beragam obyek yang selama ini tidak terlihat dalam pandangan kita.

“Yang mulai kita lihat, ketika pengecer online mulai menyambut peluang untuk memanfaatkan jalur distribusi yang sangat efisien dan murah ini adalah gunung raksasa sangat dahsyat yang sebelumnya hanya nampak puncaknya,” tegas Chris Anderson. Untuk itu, kita harus juga angkat topi kepada Larry Page dan Sergei Brin, berkat bantuan mesin pencari Google kreasi mereka, membuat produk atau informasi apa pun di Internet sekarang ini mudah sekali Anda temukan !

Dalam konteks diskusi kita saat ini, dengan merujuk tema pengaruh Internet dan blog terhadap perkembangan kehidupan beragama dan budaya bertoleransi di Soloraya, maka kita, hemat saya, harus mempersiapkan diri menghadapi maraknya fenomena si buntut panjang tersebut. Apalagi Solo masih belum luntur memiliki stigma sebagai kota bersumbu pendek, dimana perbedaan pendapat atau faham seringkali diselesaikan dengan adu fisik dan bukan dengan adu visi.

Fenomena si buntut panjang, seperti lajimnya suatu temuan teknologi, senantiasa memiliki sisi baik dan sisi buruk. Maraknya pemanfaatan media-media sosial, membuka potensi semua orang untuk berbicara, berekspresi, dan meluaskan pengaruh. Tetapi juga sekaligus mampu memicu persaingan dan bahkan benturan.